Sakai tempo dulu |
Asal
Usul
Sakai merupakan
percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Catatan
sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni
Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki
postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan
berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum
Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua
atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan
gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum
Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau
Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik,
orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir
ke wilayah pedalaman. Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini
kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil
kimpoi campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang
orang-orang Sakai.
Rumah Masyrakat Sakai dari Kulit Kayu |
Arti
Nama Sakai
- Menurut cerita orang-orang Sakai jaman dahulu nama Sakai itu diberikan dimasa penjajahan jepang yang pengertiannya lebih kurang orang-orang yang tidak mau dijajah atau orang kuat dikarenakan bisa hidup berpindah-pindah didalam hutan
- Versi masyarakat umum sekarang nama Sakai konon berasal dari huruf awal kata Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. Maknanya, mereka adalah anak-anak negeri yang hidup di sekitar sungai dan mencari penghidupan dari hasil kekayaan yang ada di sungai berupa ikan.
Sebutan Suku Sakai yang primitif, menyendiri
kini mulai diprotes oleh masyarakat suku Sakai yang sudah maju, karena hal
tersebut berkonotasi pada hal yang kuno dan bodoh, serta tidak mengikuti
kemajuan jaman. Sedangkan kenyataannya kini, masyarakat Sakai sudah tidak lagi
banyak yang masih melakukan tradisi hidup nomadennya, karena wilayah hutan yang
semakin sempit di daerah Riau. Kini anak-anak Sakai sudah banyak yang mengenyam
pendidikan hingga Sarjana, sudah banyak bekerja diperusahaan-perusahaan
nasional bahkan multinasional seperti PT. Chevron Pacific Indonesia, PNS,
POLRI, Putra asli suku sakai Muhammad Chandra, siswa kelas XI IPA 2 SMA Cendana
Duri Kabupaten Bengkalis, lolos menjadi pasukan Pengibar Bendera Pusaka di
Istana Negara pada 17 Agustus 2012.
Salah satu ciri
masyarakat Sakai yang juga melahirkan penilaian negatif dari orang Melayu
adalah agama mereka yang bersifat animistik. Masyarakat Sakai sekarang telah
memeluk Agama Islam, namun budaya mereka tetap mempraktekkan kepercayaan nenek
moyang mereka yang masih diselimuti unsur-unsur animisme, kekuatan magis.
Lebih
Maju
Kehidupan masyarakat Sakai saat ini
sudah banyak dipengaruhi oleh pendatang serta pekerja perkebunan dari tanah
Jawa, Medan, Padang dan juga beberapa daerah di Sumatra lainnya. Komposisi
masyarakatnya pun menjadi lebih heterogen dengan pendatang baru dan pencari
kerja dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia. Akibatnya,
masyarakat Sakai pun mulai kehilangan sumber penghidupan, sementara usaha atau
kerja di bidang lain belum biasa mereka jalani. Banyaknya pembukaan hutan untuk
perkebunan sawit dan juga pemukiman penduduk baru serta program transmigrasi,
telah mempengaruhi cara pemikiran dan juga pola hidup suku sakai.
Pengobatan Suku Sakai |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar